SURAH
AL-MULK
"KERAJAAN"
Nah ikhwah fillah yang dirahmati Allah... Kali ini admin mencoba memaparkan tasir surah Al Mulk (kerajaan) yang insya Allah dapat kita ambil hikmahnya..
Surah Makkiyah ini
menggambarkan dan membuktikan totalitas komprehensif atau menyeluruh tentang
ketuhanan. Ciptaan tampaknya memang terdiri dari berbagai sistem yang berbeda,
dengan masing-masing sistem bergerak menuju pencapaian penuh potensinya, dan sistem-sistem
ini saling berjalin berkelindan, entah terlihat maupun tidak.
Sang Pengendali dari
seluruh sistem ini adalah satu Pencipta yang tak terbatasi oleh waktu dan
meliputi seluruh makhluk. Segenap anugerah dan rahmat itu dimaksudkan agar kita
bisa mengetahui rahmat-Nya yang tak berbatas, kasih sayang dari sang Pencipta
yang Maha Pengasih, tempat kembali seluruh makhluk, dan yang dengan rahmat-Nya
seluruh makhluk diciptakan.
بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha
Penyayang.
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
1. Mahasuci Allah Yang
di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
2. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa di antara
kamu yang lebih amal perbuatannya. Dan Dia Mabaperkasa lagi Maha Pengampun.
Ciptaan itu
didasarkan pada cinta sang Pencipta pada apa yang Dia ciptakan. Dan apa yang
Dia ciptakan berasal dari diri-Nya, ditopang oleh-Nya, didukung oleh-Nya, dan
kembali kepada-Nya. Ketika cinta itu mengejewantah dalam diri makhluk, sang
makhluk pun merasakan kebahagiaan dan kenikmatan. Sumber dan pancaran
kebahagiaan itu selalu ada setiap saat. Hanya saja, memang sang makhluk
sendirilah yang suka menghalanginya secara ceroboh. Seluruh ciptaan ini adalah
hasil dari rahmat Zat yang ciptaan-Nya adalah kerajaan-Nya. Segala sesuatu di
dalamnya berada dalam genggaman-Nya dan berasal dari kekuasaan-Nya. Oleh karena
itu, setiap makhluk memperoleh kekuatannya secara langsung dari sang Pencipta.
Allah menciptakan
pengalaman hidup dan mati. Dalam kehidupan ini, manusia dilemparkan ke dalam
berbagai situasi agar ia bisa tersucikan dari segala pengaruh jahat. Cobaan (balâ') adalah suatu ujian penting yang
menggerakkan manusia, dengan ilmu dan pengetahuan, menuju tingkatan kemumian
yang lebih tinggi. Ujian (balwa) adalah sarana manusia untuk menghilangkan hambatan hasrat dan
pamrih yang ada antara dirinya dan sang Pencipta. Ujian mengajari makhluk untuk
hidup bebas, mengetahui anugerah hidup yang telah diberikan kepadanya.
Amal-amal paling baik adalah yang dilakukan tanpa pamrih. Semuanya itu
dilakukan semata-mata dan secara tulus demi kepentingan Allah.
Manifestasi atau
pengejawantahan pertama dari penciptaan adalah kehidupan. Pengalaman kehidupan
bermakna hanya bila ada lawannya, pengalaman kematian. Pengalaman ini pasti
dialami setiap orang. Selain ada kehidupan dan kematian lahiriah, ada juga
kehidupan dan kematian batiniah. Ketika hati sudah mengeras, maka ia sama saja
mati. Jika hati itu mengalir, maka ia hidup. Kehidupan dan kematian sama-sama
ada, baik secara inderawi maupun maknawi.
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا مَّا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِن تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِن فُطُورٍ
3. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang. Maka, lihatlah berulang-ulang, apakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang?
ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِأً وَهُوَ حَسِيرٌ
4. Kemndian pandanglah sekali lagi, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu yang cacat, dan pandanganmu pun dalam keadaan payah.
Kerajaan Allah
terwujud dalam tujuh lapisan, tujuh tahap atau model langit yang berbeda.
Setiap lapisan berada di atas lapisan lainnya, saling berkaitan secara tidak
kelihatan, tetapi tetap mempertahankan segenap karakteristiknya masing-masing.
Dijumpai dalam berbagai hadis dan juga ucapan para Imam bahwa bumi mempunyai
tujuh lapisan. Malahan, ada sebuah doa yang berbunyi: Rabb as-samawât as-sab' wa rabb al-ardh as-sab' (Tuhan pemilik tujuh langit dan tujuh bumi).
"Kamu
sekali-kali tidak melihat dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih sesuatu yang
tidak seimbang." Kata futhur berasal dari fathara,yang berarti membuka,
meretakkan. Fithrah adalah retakan awal—awal manusia dihidupkan. Tuhan Yang Maha
Pengasih meliputi segala sesuatu di bawah naungan rahmat-Nya. Rahmat Allah
diberikan kepada seluruh makhluk, sementara rahm-Nya. hanya diberikan kepada orang mukinin. Di bawah naungan Tuhan Yang
Maha Pengasih, tidak ada sesuatu pun dalam ciptaan yang tidak bisa ditempatkan.
Tidak ada keterputusan di dalamnya. Segala sesuatu menjadi bermakna bagi
manusia bila ia mengembangkan pandangan yang benar dan mencampakkan penilaian
yang serampangan. Allah berfirman, "Kemudian pandanglah sekali lagi."
Sebab, sekalipun manusia sering melihat, ia melakukannya tanpa suatu tilikan
yang cermat. Alquran menantang manusia untuk memandang sekali lagi kalau-kalau
ia menemukan ada sesuatu yang salah atau tidak seimbang. Semakin sering
seseorang memandang, semakin ia menemukan kesempurnaan lapis demi lapis dalam
hukum-hukum dan keterkaitan yang menyatukan alam semesta ini.
Sering muncul
keraguan dalam diri manusia ketika ia mulai merenung. Pada mulanya, renungannya
tampak tidak jelas dan tidak berhubungan dengan hakikatnya. Akan tetapi, semakin
sering ia merenung, semakin sering pula ia melihat kasih sayang sejati yang
mengantarkannya menuju kesadaran dan pemahaman sempuma. Penglihatan akan
didapatkannya kembali dan ia tidak akan mampu menemukan kesalahan.
"Niscaya
pandanganmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu yang cacat,
dan pandanganmu pun dalam keadaan payah." Kata khâsi' berarti tertolak, vulgar, diingkari.
Kata hashîr berarti kelelahan, putus asa atau
kepayahan. Jika manusia merenung, maka ia tidak akan mampu melihat suatu cacat
apa pun. Pandangannya hanya akan melihat Tuhan Yang Maha Pengasih, yang
pengejawantahan-Nya ada dalam kesempumaan ciptaan-Nya. Tidak ada sesuatu pun
yang timpang. Entitas-entitas kemakhlukan saling berkaitan satu sama lain
dengan sangat akurat. Ini menegaskan bahwa Tuhan Yang Maha Meliputi
mengejawantahkan rahmat-Nya. Dengan kata lain, kemampuan akal manusia dan
tilikannya akan mampu melihat kesempurnaan ciptaan.
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
5. Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.
وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
6. Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhan mereka memperoleh azab dan siksa Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ
7. Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya, mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sementara neraka itu menggelegak.
تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْخَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ
8. Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya, "Apakah belum pernah datang kepadamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?"
قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِن شَيْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ
9. Mereka menjawab, "Ya, benar. Sesungguhnya telah datang kepada kami pemberi peringatan. Lalu kami mendustakan, dan kami katakan, 'Allah tidak menurunkan sesuatu pun; kamu tiada lain hanyalah dalam kesesatan yang besar.'"
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
10. Dan mereka berkata, "Sekiranya dahulu kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya kami tidak akan termasuk dalam golongan penghuni neraka yang menyala-nyala."
Langit terendah
adalah langit yang dilihat manusia sekarang ini. Langit-langit yang lain berada
di luar jangkauan mata telanjang biasa. Semuanya itu bertumpu pada energi atau
kekuatan halus yang menyatukan alam semesta. Bintang-bintang menghiasi langit
terendah, yang menampakkan banyak sekali pertukaran dinamis, entah bisa dilihat
atau disimpulkan melalui observasi.
"Sesungguhnya
Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan
bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar setan." Kata rajama, yang merupakan akar kata dari alat
pelempar, berarti melempari atau mengutuk. Ada beberapa makna yang bisa
diberikan kepada frase ini. Arti pertama adalah bahwa kekuatan setan yang tak
kasatmata tidak dapat melampaui langit dunia. Makna lainnya adalah bahwa
orang-orang yang menggunakan kekuatan supranatural dan sihir bakal sengsara dan
tidak akan mampu melampaui suatu batas.
Semua bentuk setan
atau penyimpangan akan mengantarkan manusia menuju 'adzâb as-sa'îr, azab dan siksa api
neraka yang menyala-nyala. Orang-orang yang berada dalam genggaman kekuasaan
setan—yang mengingkari Tuhan, menutup-nutupi, tidak beriman bahwa ada
Pemelihara kehidupan yang memandu kita menuju perwujudan berbagai kemungkinan
potensi kita—akan memperoleh azab api neraka abadi, yang tidak ada tandingan
kepedih-an dan kedahsyatannya. Kata mashir, tempat tujuan atau nasib terakhir, berasal dari kata shara, yang berarti menjadi, sebuah kata yang
menyiratkan "adanya waktu."
Erangan atau keluhan
yang terlontar ketika seseorang memasuki neraka Jahannam adalah ekspresi terakhir
yang disebut syahiq (erangan). Kata syahaqa berarti menghirup, menghela nafas, mengerang. Ketika berada di
tempat kediaman terakhir, makhluk-makhluk mengeluarkan suara keluhan di suatu
lingkungan yang senantiasa berubah, tidak pernah tetap—kebalikan dari surga.
Dalam api yang selalu
berkobar-kobar, berputar-putar dengan kemurkaan, yang semakin panas ketika
diberikan bahan bakar, muncul suatu suara yang bertanya, "Bukankah kau
sudah diberitahu tentang keadaan ini? Bukankah kau sudah diingatkan untuk mempersiapkan
diri dalam menyongsong akhir yang mengerikan ini?" Penanya itu adalah para
penjaga api neraka.
Orang-orang yang
ditanya itu kemudian menjawab, "Kami tidak mendengar. Kami mengingkari
eksistensi Tuhan Yang Mahabenar. Kami mengingkari Allah. Kami yakin bahwa tidak
ada Tuhan Yang Mahabenar dan menganggap bahwa orang-orang yang menyuarakan
kebenaran adalah orang-orang yang sesat.
Hanya ada keadilan di
dunia ini dan di akhirat nanti. Jika seseorang tidak mendengar suara kebijakan
yang akan memandunya di dunia ini dan menunjukkan kepadanya bagaimana cara
hidup yang menjauhkan dirinya dari bahaya—jika ia tidak memperhatikan kebijakan
itu, maka ia akan sengsara dalam kehidupan ini. Akan tetapi, ada lagi keadaan
yang lebih tinggi, suatu keadaan di mana terdapat keimanan pada dan pengakuan
akan Allah. Jika keadaan itu tidak muncul, hukuman ada diterima di dunia ini
maupun di akhirat nanti—ketika waktu relatif berhenti dan keabadian mutlak
dimulai.
Ini bukanlah bahasa
teater. Ada komunikasi seketika di luar batas waktu di antara berbagai makhluk.
Dalam kehidupan ini, orang-orang kafir menarik garis batas antara kemampuan
mendengar dan kemampuan memahami apa yang bisa didengar. Mereka merintangi
penggunaan kemampuan akal alami, indera bawaan yang dianugerahkan kepada setiap
orang. Mereka salah menafsirkan demi ke-untungan mereka sendiri, keterikatan
sentimental, emosionalisme, atau karena cinta dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar