SURAH AL-INSYIRAH
“KERINGANAN”
Ikhwah fillah rohimakumullah... pada kesempatan ini admin akan menyuguhkan tafsir dari surah Al Insyirah yang mudah - mudahan dapat meringankan beban antum semua. Karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan atau memberikan masalah tanpa solusinya. Yakinlah bahwa hidup memang harus ada masalah, untuk meningkatkan derajat kita di mata Allah. Berhubung admin bukanlah Mufasir Al Quran, admin pun mengutip dari website lain. Semoga dapat diambil faedahnya...
بِِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Surah ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya, dan sebagian
mufasir menganggapnya sebagai sambungan langsung dari Surah al-Dhuha. Bagaimana pun juga, surah ini ditujukan kepada
Nabi dan diperluas kepada semua orang yang mengikuti jejak langkah Nabi.
أَلَمْ
نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
1. Bukankah Kami telah melapangkan dadamu untukmu?
Syaraha berarti 'membukakan,
menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan atau menampakkan,' dan 'melapangkan'. Syaraha juga berarti 'memotong'. Dalam dunia bedah, kata tasyrih berarti pemotongan.
Shadara berarti 'kembali dari
pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan shadr adalah 'dada, payudara
atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia ingin 'mengambil sesuatu dari
dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja, bukan obyek fisik. Melainkan, sesuatu
yang sudah ia kenakan sendiri pada dirinya, sehingga ia merasa terhimpit atau
terbebani, seolah-olah ia tidak bisa lagi bernapas dengan bebas. Dengan
melepaskan diri dari beban ini, dengan 'melapangkan' diri, maka yang jauh
menjadi dekat dan yang sulit menjadi mudah.
Syarh (uraian terperinci,
penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan, penyaksian langsung bahwa
yang ada hanyalah Allah. Itulahsyarh yang terakhir; tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan
di luar penyaksian langsung.
Meskipun ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada
semua orang. Beban kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban
tersebut menjadi ringan karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan
kepadanya.
وَوَضَعْنَا
عَنكَ وِزْرَكَ
2. Dan mengangkat bebanmu
dari (pundak)mu,
Wazara, akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau menanggung (suatu beban)'.
Dari kata tersebut muncul kata wazir artinya 'menteri, wakil, konselor', yakni,
seseorang yang membantu penguasa atau raja untuk memikul beban negara. Maksud
ayat ini adalah bahwa kita dibebaskan dari tanggung jawab apa pun selain
daripada sebagai hamba Pencipta kita. Jika kita sungguh-sungguh memahami
penghambaan, maka kita tidak lagi terbebani seperti sebelumnya tapi kita malah
hanya melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban kepada Allah, tanpa menambah
beban lagi kepada diri kita.
الَّذِي
أَنْقَضَ ظَهْرَكَ
3. Yang telah memberatkan unggungmu?
Lagi-lagi ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita
yang nampaknya memikul beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang
bersifat permanen. Jika kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar bahwa
pada suatu saat napas kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan segera kembali
menjadi debu, maka kita pun akan sadar bahwa yang dapat kita lakukan saat ini
hanyalah menghamba dan berusaha berbuat sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus
kita lakukan selain dari itu. Secara tidak sengaja mungkin kita telah
mengundang kesulitan di dunia ini, namun kesulitan dunia ini tetap akan datang
dan menemukan kita. Jika kita tidak memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan Allah), jika kita tidak membantu orang, melayani dan
membimbing mereka, maka berbagai kesulitan akan menimpa kita.
وَرَفَعْنَا
لَكَ ذِكْرَكَ
4. Dan meninggikan untukmu sebutan kamu?
Ini berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa
melakukan zikir lahiriah yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi
merupakan kesadaran beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan tidak
terputus terhadap Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya memiliki
kedudukan paling tinggi karena di antara ciptaan Allah beliaulah yang paling
dekat kepada-Nya.
Ketika Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir
Nabi berada di urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan zikrullah.
فَإِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
5. Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
إِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
6. Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Dua ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang'
kesulitan, yakni 'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa
hanya ada satu kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua
kemudahan atau solusi. Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan berlalu: ia
tidak bisa berlalu dengan sendirinya, tapi akhirnya ia akan berlalu karena
lambat laun kita pergi darinya melalui kematian. Solusi kedua adalah bagi
pencari sejati; solusinya terletak dalam pengetahuan tentang proses awal terjadinya
kesulitan kemudian melihat kesempumaan di dalamnya.
Umpamanya, seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki
areal proyek pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu. Ia
mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan kecelakaannya,
apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak, tapi yang jelas ia akan
mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui bagaimana musibah itu terjadi,
betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya akan terluka, tapi itu pun akan sembuh:
itu adalah kemudahan lain. Bersamaan dengan sulitnya merasakan pemisahan muncul
pertolongan untuk mengetahui bahwa kita berhubungan.
فَإِذَا
فَرَغْتَ فَانصَبْ
7. Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah
bekerja keras!
Makna syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu
kita selesai berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di
dalamnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung
tentang Realitas Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl al-Bayttentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan salat-salat formal
kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni begadang
sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar. Bila kita sudah
menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan dan terhadap Pencipta
kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan mencurahkan diri kita sepenuhnya.
Perjuangan dan upaya batin ini adalah makna harfiah dari kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja menjadi 'perang suci'.
وَإِلَى
رَبِّكَ فَارْغَبْ
8. Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai tujuan
[kerinduan] engkau semata!
Ketika kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita
menginginkan pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis
sebagaimana kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi kemarahan.
Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk menunaikan segala kewajiban
kita, maka kita pun sah untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan
kita. Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita terlebih dahulu adalah penting,
karena, kalau tidak kita akan melaksanakan keinginan untuk melarikan diri.
sumber : http://quran.al-shia.org/id/index.html
sumber : http://quran.al-shia.org/id/index.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar